Sep 12, 2014

sepi + imbuhan ke- dan -an

Jumat fajar, 12 September 2014.

Aku merasa sangat sepi. Lagu Angop oleh Kua Etnika aku putar berulang-ulang. Kepalaku kambuh. Tidak bisa menerima kenyataan dan ketiadaan jawaban dari semua pertanyaan yang aku buat sendiri.

Baru saja aku membaca beberapa artikel dari hasil kesasar di google yang berujung dengan keyword "Jyoti Singh Pandey". Seorang korban perkosaan di Dehli, India beberapa tahun lalu yang akhirnya meninggal dua minggu setelah kejadian.

Kepalaku juga masih sangat segar mengingat nama Colleen Ritzer, yang minggu lalu jadi salah satu alasanku jarang bisa tidur hingga tulisan ini aku buat. Dia, Colleen Ritzer, adalah seorang guru matematika dari Massachusetts yang dibunuh dan kemudian (maaf) mayatnya diperkosa oleh siswa didiknya sendiri.

***

Aku cukup malas untuk menuliskan kesamaan mereka di sini. Hanya semata-mata aku tidak ingin Anda, pembaca, secara instan mengenali mereka dari sekedar tulisan sampah dari blog ini.

***

Gangguan di pikiranku yang paling menggangu ialah pertanyaan-pertanyaan yang kepalaku sendiri buat. Aneh memang, tapi terus ada. Misalnya:
- "Mengapa mereka jadi korban? Bukan aku, kamu atau kita?",
- "Mengapa si pelaku kejahatan melakukannya?"
- "Apa yang dirasakan atau dipikirkan si pelaku kejahatan saat melakukan tindakannya?"
- "Mengapa mereka harus terlahir sebagai perempuan?"
- "Mengapa aku harus terlahir sebagai laki-laki?"
- "Apakah mati mereka mati karena takdir? Kalau iya, aku makin jauh dari paham dengan kata 'takdir'."
- "Apa yang sekarang mereka rasakan? Sakit seperti saat mereka disiksa, tidak terasa apa-apa seperti saat mereka berada di rahim ibunya, berada di surga atau api neraka seperti yang 'banyak orang' bilang?".
Dan masih banyak anak pertanyaan yang muncul setelah satu pertanyaan di atas kucoba jawab sendiri.

Otakku kewalahan mengatasi 'kanker pertanyaan' yang terus berkembang di dalam tempurung kepalaku yang kecil ini. Aku ingin berbagi rasa, bukan sekedar lewat skrip macam ini, melainkan lewat verbal.

Namun kembali aku sadar. Pertanyaan-pertanyaan ini adalah kegilaanku. Bisa jadi orang lain tidak ingin mendengarkanku atau seperti yang biasa aku dengar, "Halah, ngono ae mbok pikir, Pras. Mikir sing luwih berguna gawe uripmu dewe ae lho.." ("Halah, gitu aja kamu pikirkan, Pras. Pikirkan yang berguna untuk dirimu saja lah..").

Ini mereka yang cukup sibuk mendengarkan aku atau mereka tidak ingin mendengarkan orang lain sih? Kalau mereka tidak ingin mendengarkanku, itu sudah lumrah. Tapi kalau sudah tidak mau mendengarkan orang lain? Saya jadi teringat lagi soal Jyoti Singh Pandey tadi. Mungkin sekarang dia masih hidup apabila orang lain disekitarnya mau peduli dengan dia dan temannya di saat yang tepat.

Saya sungguh kesepian pagi buta ini. Saya ingin ngobrol dengan seseorang yang punya pikiran yang sama denganku. Meski kita saling lempar pertanyaan tanpa jawaban. Tapi apa daya, orang yang ideal untuk aku ajak bicara adalah aku sendiri. Gila? Mungkin ya. Hmm, atau mungkin justru sebaliknya malah aku yang waras?

Egois memang. Mengingat aku sangat sering tidak menanggapi panggilan seseorang. Atau mungkin I deserve it?

Oooohhhh, aku kesepian pagi ini..